Alternatif Bahan Pengganti Floral Foam untuk Merangkai Bunga
Keberadaan floral foam menjadi sebuah solusi bagi toko bunga atau bahkan penggemar hobi merangkai bunga. Benda satu ini bisa mempermudah Anda untuk merangkai bunga, baik artificial maupun bunga segar. Selain itu, floral foam yang jenisnya basah pun dapat membantu membuat bunga potong hidup tetap segar hingga beberapa hari. Namun, apa kira-kira bahan yang bisa digunakan untuk pengganti floral foam saat hendak merangkai bunga?
Apa Itu Floral Foam?
Bantalan untuk merangkai bunga disebut juga floral foam (busa). Floral foam ini ada 2 jenis, yaitu floral foam basah dan floral foam kering. Floral foam basah digunakan untuk bunga basah atau bunga hidup. Foam basah ini dapat menyerap air sehingga bunga yang ditancap di sini dapat bertahan dalam keadaan segar selama beberapa hari. Biasanya floral foam jenis ini berwarna hijau tua.
Foam bekas pakai sebaiknya tidak dipakai lagi, karena setelah mengering dan direndam air lagi, daya serapnya sudah berkurang. Selain itu, foam bekas juga bisa mengandung bakteri, sehingga bunga tidak bisa bertahan lama. Foam yang diletakkan di air dalam wadah akan menyerap airnya dan perlahan-lahan turun (tenggelam) ke dasar wadah. Foam tidak boleh ditekan/ditenggelamkan dengan tangan.[1]
Jika foam sudah turun sampai ke dasar wadah dan seluruh foam terendam air, berarti foam sudah menyerap air dan siap dipakai. Proses ini hanya berlangsung beberapa menit saja. Jangan merendam foam terlalu lama karena foam akan menjadi rapuh dan akan menyulitkan kita saat menggunakannya untuk merangkai.
Sedangkan floral foam kering adalah sejenis foam yang hanya dipakai untuk bunga kering atau bunga artifisial karena tidak bisa menyerap air. Warnanya hijau muda agak berkilau. Merek dagang floral foam yang terkenal yaitu Oasis atau Aspac.
Cara mengisi foam ke dalam wadah cukup mudah. Foam yang ditaruh di dalam wadah harus disesuaikan dengan desain rangkaian kita, bisa rata dengan permukaan wadah, lebih tinggi dari permukaan wadah 2-5 cm, lebih dalam dari permukaan wadah, atau sesuai kebutuhan. Potong bagian sudut foam secara serong supaya kita bisa menancapkan bunga di bagian tersebut.[2]
Pada dasarnya penemuan floral foam sejak tahun 1954 silam telah banyak membantu para penjual bunga dan membuat rantai transportasi rangkaian bunga menjadi lebih mudah dan bisa bertahan lama. Sayangnya, wet floral foam atau floral foam basah berbasis formaldehida, tidak dapat terurai secara hayati, dan tidak akan terurai di tempat pembuangan akhir. Tak hanya itu, umumnya harga floral foam juga relatif mahal. Jadi, apa kira-kira bahan yang bisa digunakan sebagai pengganti floral foam?
Pengganti Floral Foam
Selain floral foam, beberapa orang juga kerap menggunakan rockwool sebagai tempat untuk menancapkan bunga. Seperti diketahui, media rockwool pun sudah umum dipakai sebagai media tanam untuk hidroponik karena sifatnya yang mampu menyerap air dan mempertahankan kelembapan dengan baik. Rockwool baik untuk alternatif wet floral foam.
Nah, jika Anda hanya ingin sekadar menancapkan bunga palsu atau artifisial, menggunakan gabus atau styrofoam agaknya juga mampu menggantikan peran dari floral foam kering. Selain lebih mudah ditemukan, harga gabus atau styrofoam juga relatif lebih murah dibanding floral foam bermerek di pasaran.
Namun, apabila Anda sedang mencari material-material pengganti floral foam yang relatif lebih ramah lingkungan, tak ada salahnya kembali ke bahan-bahan yang lebih natural seperti pasir, tanah, batu kerikil, atau bisa juga menggunakan kawat kandang ayam yang mudah dibentuk, hingga bahan seperti floral clay.
Bagi yang budgetnya terbatas pun bisa memanfaatkan sabut atau spons cuci piring murah-meriah yang ada di minimarket atau toserba. Bahan semacam ini bisa Anda potong-potong untuk disesuaikan dengan ukuran vas atau media untuk merangkai bunga. Semua ini tentu kembali lagi ke preferensi dan kreativitas Anda saat hendak merangkai bunga. Sebaiknya gunakan bahan-bahan yang ada serta terjangkau di kantong Anda.
[1] Wahyudi, L. 2008. Panduan Merangkai Bunga. Nana L, editor. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm 30.
[2] Ibid., hlm 31.
Leave a comment